651. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Janganlah kalian mempelajari ilmu kerana tiga hal: (1) dalam rangka debat kusir
dengan orang-orang bodoh, (2) untuk mendebat para ulama, atau (3) memalingkan
wajah-wajah manusia ke arah kalian. Carilah apa yang ada di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala dengan ucapan dan perbuatan kalian. Kerana, sesungguhnya itulah yang
kekal abadi, sedangkan yang selain itu akan hilang dan pergi.” (Jami’ul ‘Ulum
wal Hikam, 1/45)
652. Sahl At-Tustari rahimahullahu berkata:
“Barangsiapa (suka) berbicara mengenai permasalahan yang tidak ada manfaatnya,
nescaya diharamkan baginya kejujuran.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
1/290-294)
653. Ma’ruf rahimahullahu berkata:
“Pembicaraan seorang hamba tentang masalah-masalah yang tidak ada faedahnya
merupakan kehinaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (untuknya).” (Jami’ul ‘Ulum
wal Hikam, 1/290-294)
654. Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh
rahimahullah berkata: “Menangislah kalian atas orang-orang yang ditimpa bencana.
Jika dosa-dosa kalian lebih besar dari dosa-dosa mereka (yang ditimpa musibah),
maka ada kemungkinan kalian bakal dihukum atas dosa-dosa yang telah kalian
perbuat, sebagaimana mereka telah mendapat hukumannya, atau bahkan lebih dahsyat
dari itu.” (Mawa’izh: hal.73)
655. Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh
rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar
menjanjikan adanya ujian bagi hamba-Nya yang beriman, sebagaimana seseorang
berwasiat akan kebaikan pada keluarganya.” (Mawa’izh: hal.111)
656. Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh
rahimahullah berkata: “Tidak ada musibah yang lebih besar dari musibah yang
menimpa kita, (di mana) salah seorang dari kita membaca Al-Qur’an malam dan
siang akan tetapi tidak mengamalkannya, sedangkan semua itu adalah
risalah-risalah dari Rabb kita untuk kita.” (Mawa’izh: hal.32)
657. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
“Sesungguhnya seorang mukmin adalah penanggung jawab atas dirinya, (kerananya
hendaknya ia senantiasa) menghisab diri kerana Allah Subhanahu wa ta’ala
semata.” (Mawa’izh: hal. 39-41)
658. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
“Adalah hisab (perhitungan amal) di Yaumul Qiyamah nanti akan terasa lebih
ringan bagi suatu kaum yang (terbiasa) menghisab diri mereka selama masih di
dunia, dan sungguh hisab tersebut akan menjadi perkara yang sangat memberatkan
bagi kaum yang menjadikan masalah ini sebagai sesuatu yang tidak
diperhitungkan.” (Mawa’izh: hal. 39-41)
659. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
“Sesungguhnya seorang mukmin (apabila) dikejutkan oleh sesuatu yang dikaguminya
maka dia pun berbisik: ‘Demi Allah, sungguh aku benar-benar sangat
menginginkanmu, dan sungguh kamulah yang sangat aku butuhkan. Akan tetapi demi
Allah, tiada (alasan syar’i) yang dapat menyampaikanku kepadamu, maka menjauhlah
dariku sejauh-jauhnya. Ada yang menghalangi antara aku denganmu’.” (Mawa’izh:
hal. 39-41)
660. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Dan
(jika) tanpa sengaja dia melakukan sesuatu yang melampaui batas, segera dia
kembalikan pada dirinya sendiri sambil berucap: ‘Apa yang aku mahukan dengan ini
semua, ada apa denganku dan dengan ini? Demi Allah, tidak ada uzur (alasan)
bagiku untuk melakukannya, dan demi Allah, aku tidak akan mengulangi lagi
selama-lamanya, insya Allah.” (Mawa’izh: hal. 39-41)
661. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
“Sesungguhnya seorang mukmin adalah suatu kaum yang berpegang erat kepada Al
Qur`an dan memaksa amalan-amalannya agar sesuai dengan Al Qur`an serta berpaling
daripada (hal-hal) yang dapat membinasakan diri mereka.” (Mawa’izh: hal.
39-41)
662. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
“Sesungguhnya seorang mukmin di dunia ini bagaikan tawanan yang (selalu)
berusaha untuk terlepas dari perbudakan(hamba). Dia tidak pernah merasa aman
dari sesuatupun hingga dia menghadap Allah, kerana dia mengetahui bahawa dirinya
akan dimintai pertanggungjawaban atas semua itu.” (Mawa’izh: hal.
39-41)
663. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
“Seorang hamba akan senantiasa dalam kebaikan selama dia memiliki penasihat dari
dalam dirinya sendiri. Dan menghisab diri merupakan perkara yang paling
diutamakan.” (Mawa’izh: hal. 39-41)
664. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Bahawa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan
harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan
tujuan kerana akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa,
1/95)
665. Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di berkata:
“Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah.
Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta
itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan
seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal.
110)
666. Tidak pernah ada seorang mujaddid atau
muslih daripada ummat ini kecuali mereka ini daripada ahli kerohanian. Mereka
ini merupakan saluran bagi turunnya rahmat Allah sehingga nikmat-Nya itu dirasai
oleh ummah seluruhnya. - Maulana Abu Hasan an-Nadwi
667. Seluruh kerosakan di dalam aspek
kehidupan, bala bencana dan kesengsaraan ini diakibatkan oleh tiadanya
keikhlasan dan rosaknya akhlak. Kewajiban dan tugas terbesar pada zaman sekarang
ini adalah bagi menghidupkan dan memperbaharui keikhlasan dan akhlak, dan jalan
utama mencapai keduanya adalah mahabbah, dan jalan menuju mahabbah itu ialah
dengan berzikir, berteman dan bergaul dengan hamba-hamba Allah yang soleh dan
arifin. - Maulana Abdul Qadir ar-Raibury
668. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Di antara tanda kebahagiaan dan keberuntungan, tatkala ilmu seorang hamba
bertambah, bertambah pulalah sikap tawadhu’(rendah hati) dan kasih sayang yang
dimilikinya. Setiap kali bertambah amalnya, bertambah pula rasa takut dan
waspada di dalam dirinya. Tatkala bertambah umurnya, berkuranglah ketamakannya
terhadap dunia. Tiap kali hartanya bertambah, kedermawanannya pun bertambah.
Setiap kali kedudukan dan martabatnya bertambah tinggi, maka bertambah pula
kedekatannya dengan manusia, dirinya akan semakin memperhatikan kebutuhan mereka
dan merendahkan diri di hadapan mereka.” (Fawaaidul Fawaaid,
hal.403-404)
669. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Di antara tanda kebinasaan seorang, tatkala ilmunya bertambah, bertambah pula
kesombongan dan keangkuhannya. Tiap kali amalnya bertambah, bertambahlah
‘ujub(bangga diri) dalam dirinya, semakin meremehkan orang lain dan justru
memandang baik dirinya. Tatkala umurnya bertambah, ketamakannya terhadap dunia
justeru semakin bertambah. Tiap kali hartanya bertambah, bertambah pula sifat
kikir yang dimiliki. Setiap kali kedudukan dan martabatnya bertambah, bertambah
pula keangkuhan dan kecongkakannya.” (Fawaaidul Fawaaid, hal.403-404)
670. Abu Darda r.a berkata: “Aku dibuat
tertawa oleh orang yang mengharapkan dunia padahal maut mengejarnya, dan orang
yang lalai padahal dia tidak pernah lepas dari intaian Allah, dan orang yang
tertawa dengan mulut lebar sedang dia tidak mengetahui apakah Allah ridha
kepadanya ataukah murka?” (Ar-Raqaaiq: 180)
671. Ath Thobari mengatakan bahawa makna dari
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” Iaitu Allah
swt pasti menolong orang-orang yang berperang di jalan-Nya agar kalimat-Nya
tinggi terhadap musuh-musuh-Nya. Maka makna pertolongan Allah kepada hamba-Nya
adalah bantuan-Nya kepadanya sedangkan makna pertolongan hamba-Nya kepada Allah
adalah jihad orang itu dijalan-Nya untuk meninggikan kalimat-Nya.” (Tafsir At
Thobari: XVII/651)
672. Sepertimana berhala-berhala tidak boleh
buat apa-apa, begitu juga apa yang kita buat dengan tangan kita seperti
jentera-jentera, kapal terbang yang besar-besar pun tidak boleh buat apa-apa,
Allah yang buat segala-galanya. - Maulana Muhammad Yusuf rah.a
673. Seluruh dunia sedang berusaha untuk
mendapatkan manfaat dari apa yang diciptakan oleh Allah, dari makhluk yang
diciptakan Allah. Nabi-nabi telah datang mengajar kita bagaimana hendak manfaat
dari Allah. Kita yang hidup di dunia jangan terikat dengan apa yang dijadikan
Allah. Kita jangan terikat dengan pejabat kita, perniagaan kita, perladangan
kita, tetapi kita hidup terikat dengan kehendak Allah, kemahuan Allah. - Hajji
Mohammed Abd Wahhab
674. Belia-belia Islam yang bakal memimpin
umat pada masa akan datang sangat perlu diisikan dengan ilmu, tazkiyah ruhiyyah,
semangat juang dan sifat zuhud dari dunia. Kalau tidak, akan dibimbangi mereka
akan kecundang dalam menghadapi cabaran akhir zaman. Kepetahan lidah dalam
berucap dan keluasan ilmu belum dapat memberi kesan yang terbaik kalau tidak
disertai dengan kekuatan rohani yang mantap. - Syeikh Abul Hasan Ali
Nadwi
675. Cintailah orang soleh, kerana mereka
memiliki kesolehannya. Cintailah Nabi Muhammad s.a.w., kerana dia kekasih Allah
SWT. Dan cintailah Allah SWT, kerana dia kecintaan Nabi dan orang soleh. (Imam
Asy-Syafi'i)";
676. Kalau tiada orang yang mahu mendengar
kalam bicara dakwahmu, teruskan juga menyampaikan kerana seluruh alam
memahaminya. Malah seluruh alam gembira mendengar dan menyahut kalam-kalam yang
mengagungkan Tuhan. (Badiuzzaman Said Nursi)
677. Kejahatan itu semua dikumpulkan dalam
sebuah rumah sedang kuncinya adalah cinta kepada dunia dan kebaikan itu juga
dikumpulkan dalam rumah dan kuncinya adalah zuhud (tidak tamak rakus) pada
dunia. (Fudhail ibn 'Iyadh)
678. Tidaklah ilmu itu menjadi indah dan baik
kecuali dengan tiga hal: Taqwa kepada Allah, mengamalkan Sunnah dan khasyah
(takut kpd Allah). (Imam Asy-Syafi'i)
679. Syumaith bin ‘Ajlan berkata: “Siapa yang
menjadikan kematian di hadapannya, nescaya dia tidak akan peduli akan sempit
atau luasnya dunia.” (Shifatush Shafwah: 2/166)
680. Seorang salafus soleh bersyair: “Ia
adalah sifat qona'ah yang tidak ada gantinya, Di dalamnya ada kenikmatan dan
kesenangan untuk badan, Lihatlah orang yang memiliki dunia dengan apa yang
dikumpulkannya, Apakah dia pergi dengan selain kapas dan kafan..”
681. Imam Ibnu Rajab berkata: “Ilmu yang tidak
bermanfaat adalah ilmu yang tidak menumbuhkan rasa takut kepada Allah, ilmu yang
hanya menumbuhkan kesombongan, hasad dan memandang rendah manusia lainnya.”
(Fadhlu 'Ilmi Salaf 'alal Khalaf)
682. Abu Hurairah r.a berkata: “Seorang lelaki
itu semakin tampan dengan janggutnya dan seorang wanita semakin anggun dengan
jalinan rambutnya.” (Tarikh Dimasyq, Asy Syamilah: 36/343)
683. Seorang salafus soleh bersyair:
“Seandainya apabila kita mati kita dibiarkan, Nescaya orang yang hidup merasa
lega dengan kematian, Tapi ternyata apabila kita mati kita akan dibangkitkan,
Dan setelah itu ditanya tentang segala sesuatu yang telah dilakukan.”
684. Maulana Rasyidh dalam targhibnya
mengatakan: “Perpecahan itu merugikan kita dan seluruh umat.”
685. Darawardi rah berkata: “Saya lihat Imam
Abu Hanifah dan Imam Malik rah. duduk di masjid Nabawi selepas solat `isyak dan
mula membincangkan satu-satu masalah tanpa sebarang tikam lidah, tanpa
memburukkan pihak lain dan tidak juga berkeras suara. Perbincangan itu berlalu
sehingga ke solah subuh dan di tempat itu juga mereka akan mendirikan solah
subuh.” (Muqaddimah Aujaz)
686. Setiap perkara yang kita lihat, kita
ucapkan dalam hati لا
إله إلا الله dan menafikan kekuasaan makhluk dalam
hati, manfaat dan mudharat hanya daripada Allah. - Hajji Mohammed Abd
Wahhab
687. Ali B. Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
berkata: “Janganlah kamu menjadi orang yang suka terburu-buru, suka menyebarkan
keburukan (perkara keji) dan membongkar rahsia orang lain. Sesungguhnya di
belakang kamu ada bala’ (ujian dan fitnah) yang amat pedih yang menjadikan
mereka merungut (menyesal) serta akan timbul pelbagai perkara yang berlarutan
dan fitnah yang amat besar.” (al-Adabul Mufrad: 1/120, no. 327)
688. Zakaria bin ‘Adi bin Shalt bin Bistam
(ulama Ahlus Sunnah), ketika beliau ditanya: “Alangkah besarnya semangatmu untuk
mempelajari dan mengamalkan sunnah Rasulullah saw, apa sebabnya?”. Maka beliau
menjawab, “Apakah aku tidak ingin (pada hari Kiamat nanti) masuk ke dalam
iring-iringan (rombongan) keluarga Rasulullah saw?” (Miftaahu Daaris
Sa’aadah)
689. “Mata adalah panglima hati. Hampir semua
perasaan dan perilaku awalnya digerakkan oleh pandangan mata. Oleh itu,
hendaknya mata selalu didorong melihat kepada perkara-perkara yang baik. Bila
dibiarkan mata memandang yang dicegah dan diharamkan, maka pemiliknya berada di
tepi jurang yang merbahaya.” (Ihya Ulumuddin)
690. Imam Muhammad bin Sirin berkata:
“Sesungguhnya, ilmu (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan membimbingmu
mencapai ketakwaan), maka telitilah dari siapa kamu mengambil (ilmu) agamamu.”
(Muqaddimah Shahih Muslim: 1/12)
691. Syeikh Muhammad al-Ghazali berkata:
“Terbanglah menuju Allah dengan sayap keampunan, janganlah lari dariNya kerana
takut pada cemeti murkaNya.” (Jaddid Hayatak)
692. Imam al-Ghazali berkata: “Kebahagiaan
terletak pada kemenangan memerangi hawa nafsu dan menahan kehendak yang
berlebih-lebihan.” (Ihya Ulumuddin)
693. Imam Ahmad berkata: “Kebutuhan seorang
hamba pada hidayah melebihi kebutuhannya dari makan dan minum, kalau makan dan
minum hanya dibutuhkan satu, dua kali saja, sedangkan hidayah dibutuhkan
sejumlah nafas.” (Miftah Darus Sa'adah)
694. Abu Utsman Nahdi rah.a berkata: “Saya
pernah melihat Umar r.a berkhutbah di atas mimbar, sedangkan di baju yang
dipakainya terdapat dua belas tambalan.” (Tanbihul Ghafilin)
695. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata:
“Barangsiapa mengetahui kadar ucapannya dibandingkan dengan perbuatannya nescaya
akan sedikit ucapannya kecuali dalam hal yang penting dan bermanfaat baginya;
dan barangsiapa banyak mengingat kematian ia akan merasa cukup dengan sedikit
dari harta dunia.” (Adz-Dzakhiirah: 25, hal. 50)
696. Maulana Ilyas rah.a berkata: “Terdapat
dua golongan orang yang membuat usaha usaha tabligh(iaitu); Pertama, mereka yang
keluar di jalan Allah untuk menyelesaikan masalah hutang, sakit atau kesusahan.
Orang yang seperti ini tidak akan istiqamah (dalam usaha). Kedua, maereka yang
keluar di jalan Allah kerana menganggap itu adalah perintah Allah Taala. Orang
seperti ini akan istiqamah dalam membuat kerja dan akan mendapat tarbiyah serta
maju (dalam usaha).”
697. Imam Abu Dawud as-Sajastany Rahimahullah
berkata: “Aku berjumpa 200 ulama' tapi aku tidak pernah melihat orang seperti
Ahmad bin Hambal yang tidak pernah berbicara sebagaimana kebanyakan manusia
membicarakan dunia, apabila disebut–sebut(tentang) ilmu baru beliau bicara.”
(Hilyatul Auliya': 9/164)
698. Maulana Ilyas rah.a berkata: “Usaha
tabligh adalah usaha menyebarkan ta'lim (pembelajaran) dan tarbiyah (pendidikan)
agama serta (usaha untuk) mewujudkan kehidupan beragama (Islam). Tersedia
kejayaan yang tersembunyi bagi yang melakukannya dengan gigih.” (Malfuzat
Maulana Ilyas rah.a, no. 135)
699. Hazrat Maulana Ahmed Suleman Khatani
berkata: “Pejuang agama yang sebenar ialah mereka yang bangun awal pagi menangis
mendoakan kebaikan untuk saudara Islam mereka dan bergaul dengan orang yang
tidak sefahaman serta bukan Islam dengan akhlak dan hikmah; dan apabila dia
melihat keburukan saudara seagama dan mendoakan kebaikan untuknya.”
700. Imam Ghazali Rahmatullahi A`alaih
berkata: “Cara paling sesuai untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T ialah
dengan melaksanakan keutamaan amalan fardhu disamping menambah amalan sunat dan
apabila Allah S.W.T mencintai kita, semua pergerakan dan anggota badan di dalam
kawalan Allah S.W.T.” (Bidayatul Hidayah)