551. Maulana Yunus di dalam bayannya mengatakan bahawa Maulana Ilyas
rah.a pernah berkata: “Siapa saja yang ikut kerja dakwah tetapi tidak yakin
Allah akan menolongnya, bererti orang ini adalah orang yang fasik.”
552. Ibnu Uyainah berkata: “Mereka berpendapat
bahawa pelepasan daripada neraka adalah dengan keampunan Allah, dan masuk syurga
adalah dengan pemberian Allah, dan pembahagian kedudukan (dalam syurga) adalah
dengan amalan.” (Haadi al Arwah: hal. 72, 73)
553. Imam Syafi’i berkata: “Barangsiapa menasihati saudaranya secara
rahsia, maka sungguh ia telah memberi nasihat dengan sebenarnya dan
menghargainya. Sedangkan barangsiapa yang memberi nasihat secara terang-terangan
dihadapan manusia, maka sungguh ia telah membongkar aib saudaranya dan
merendahkannya.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 1/31)
554. Seorang salafus soleh bersyair: “Sungguh, tidaklah manusia mulia
kecuali dengan agamanya. Maka janganlah engkau tinggalkan takwa karena
mengandalkan nasab. Islam telah mengangkat Salman dari Persia. Dan syirik telah
merendahkan Abu Lahab yang memiliki nasab.” (Jami’ul Ulum wal Hikam:
2/310)
555. Imam Bukhari bersyair: “Gunakanlah waktu luangmu untuk memperbanyak
solat. Barangkali kematianmu datang tiba-tiba secara cepat. Betapa banyak orang
yang sehat tiada cacat. Jiwanya yang sehat melayang cepat.” (Hadyu Sari:
481)
556. Syair Abu Bakar ash-Shiddiq: “Semua orang menghadapi kematian di
pagi hari. Dan kematian lebih dekat dari tali sandalnya sendiri.” (Fathul Bari:
7/308, Akhbar Makkah: 2/154)
557. Syair Ka’ab bin Zuhair: “Semua anak
manusia walaupun berumur panjang. Suatu hari ia pasti akan dibawa diatas keranda
mayat.” (Bahjatul Majalis: 3/324)
558. Tanpa iman: 1.Amal tidak mungkin istiqamah, 2.Amal tidak akan
mendapatkan pahala, 3.Amal tidak akan diterima, 4.Apa yang dijanjikan Allah Swt
tidak akan disempurnakan. - Maulana Muhammad Saad
559. Kita tidak boleh menyesuaikan diri kita pada golongan tertentu, yang
mana ia akan membawa perpecahan pada ummah. Kita ialah ummah dan kita harus
memberi da`wah sebagai ummah. - Maulana Muhammad Saad
560. Imam Asy Syafi’i Rahimullah ‘alaihi berkata: “Aku pernah mengadukan
pada Waki’ tentang buruknya hafalanku. Maka ia pun menunjukiku untuk
meninggalkan maksiat. Ia mengabarkan padaku bahwa ilmu adalah cahaya. Cahaya
Allah tidak mungkin ditujukan pada orang yang bermaksiat.” (Kayfa Tahfazul
Qur’an fii Ashri Khutuwath, hal. 33-34)
561. Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata: “Bersahabat dan bergaul dengan
orang-orang yang kikir, akan mengakibatkan kita terjangkit akan kekikirannya.
Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga berzuhud dalam
masalah dunia. Kerana memang asalnya seseorang akan mengikuti teman akrabnya.”
(Tuhfatul Ahwadzi: 7/42)
562. Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata: “Pandangan seorang mukmin kepada
mukmin yang lain akan menggilapkan(menyucikan) hati.” (Siyar A’lam An Nubala’:
8/435)
563. Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Berlaku lemah lembut, inilah akhlaq
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang di mana Rasulullah diutus dengan
membawa akhlaq yang mulia ini.” (Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 3/232)
564. Ibnu Baththol berkata: “Jika tutur kata yang baik dapat
menyelamatkan dari siksa neraka, bererti sebaliknya, tutur kata yang kotor
(buruk) dapat diancam dengan siksa neraka.” (Syarh al-Bukhari, 4/460)
565. Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Allah memerintahkan pada
orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan
kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek.
Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan
setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa
menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini. (Tafsir Al Qur’an
Al ‘Azhim, 12/243)
566. Ibnu Hajar berkata: “Mengucapkan salam kepada orang yang tidak kenal
merupakan tanda ikhlas dalam beramal kepada Allah Ta’ala, tanda tawadhu’ (rendah
diri) dan menyebarkan salam merupakan syi’ar dari umat ini.” (Fathul Bari,
17/459)
567. Ibnu Hajar berkata: “Memulai mengucapkan salam menunjukkan akhlaq
yang mulia, tawadhu’ (rendah diri), tidak merendahkan orang lain, juga akan
timbul kesatuan dan rasa cinta sesama muslim.” (Fathul Bari, 1/46)
568. Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ’anhu- pernah ditanya: “Bagaimana
cinta kalian kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam?” Ia menjawab,
“Demi Allah, Rasulullah lebih kami cintai daripada harta, anak-anak, ayah, dan
ibu kami serta kami juga lebih mencintai Rasulullah daripada air dingin pada
saat dahaga.” (al-Ausath, Majma’ Az Zawa’id)
569. Amr bin al-Ash radhiyallahu ’anhu
berkata: “Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam dan tidak ada yang lebih mulia di mataku
dibandingkan Rasulullah. Aku tidak mampu menatap Rasulullah demi
mengagungkannya. Seandainya aku ditanya, tentang sifat-sifat Rasulullah, tentu
aku tidak sanggup menyebutkannya, kerana aku tidak pernah menatap Rasulullah
dengan pandangan yang tajam.” (Al Bukhari)
570. Pada setiap zaman, para rasul diutuskan untuk menyeru manusia
beribadah hanya kepada Allah dan melarang beribadah kepada selain-Nya. Allah
Ta’ala bertindak mengutus para Rasul kepada manusia dengan membawa misi ini
semenjak terjadinya syirik dalam kalangan anak cucu Adam di zaman Nabi Nuh. Nuh
‘alaihissalam, diutus kepada mereka sebagai Rasul pertama yang diperintahkan
oleh Allah Ta’ala kepada penduduk bumi sehingga Dia menutup mereka dengan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dakwahnya mencakupi jin dan manusia
di timur dan barat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/570)
571. Maulana Husnul Hizam di dalam bayannya: “Islam itu bukan sekadar
maklumat, Islam itu ma'mulat (amal). Islam itu 100% kehidupan Nabi Muhammad
Saw.”
572. Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/203-204), telah
berkata Umar r.a: “Kami dulu satu kaum yang hina, kemudian Allah SWT muliakan
kami dengan Islam. Walau macam manapun kami mencari kemuliaan selain dari apa
yang Allah telah muliakan kami maka Allah akan hinakan kami.” (Silsilah Sahihah:
1/117)
573. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Tatkala mata telah mengalami
kekeringan disebabkan tidak pernah menangis kerana takut kepada Allah ta’ala,
maka ketahuilah bahawa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari
kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.” (Bada’i
al-Fawa’id, 3/74)
574. Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah
berkata: “Segala sesuatu memiliki ciri, sedangkan ciri orang yang dibiarkan
binasa adalah tidak bisa menangis kerana takut kepada Allah.” (al-Bidayah wa
an-Nihayah, 10/256)
575. Seorang lelaki berkata kepada Hasan
al-Bashri, “Wahai Abu Sa’id! Aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka
Beliau menjawab, “Lembutkanlah hatimu dengan berdzikir.” (al-Wabil as-Shayyib,
hal.99)
576. Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata:
“Kerasnya hati ini termasuk hukuman paling parah yang menimpa manusia (akibat
dosanya). Ayat-ayat dan peringatan tidak lagi bermanfaat baginya. Dia tidak
merasa takut melakukan kejelekan, dan tidak terpacu melakukan kebaikan, sehingga
petunjuk (ilmu) yang sampai kepadanya bukannya menambah baik justru semakin
menambah buruk keadaannya.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.225)
577. Imam Syafi'i Rahimahullah berkata: “Jika
kamu biarkan perkaramu pada keinginan kedua matamu maka kamu tidak tahu menuju
kebaikan atau keburukan, berpalinglah dari hawa nafsumu kerana hawa nafsu akan
mengajak pada hal yang tercela.” (Diwan, Hal.48)
578. Imam Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata:
“Ketahuilah sesungguhnya syaitan tidaklah masuk pada anak Adam melainkan melalui
pintu hawa nafsu.” (Dzammul Hawa, hal.14-15)
579. Imam ad-Dailami Rahimahullah berkata:
“Telah sampai kepadaku khabar dari para ulama', sesungguhnya hilangnya agama
pertama kali ialah meninggalkan sunnah, hilangnya agama satu sunnah satu sunnah
sebagaimana pudarnya tali seutas demi seutas.” (Silsilah Atsarus Shahih,
1/25)
580. Abul ‘Aliyah rahimahullah berkata: “Kami
jika hendak mengambil ilmu dari seseorang, maka kami melihat bagaimana solatnya.
Jika solatnya baik, maka kami pun duduk mengambil ilmu darinya dan kami
nyatakan,“amalannya yang lain juga baik”. Namun apabila buruk solatnya, maka
kami pun pergi meninggalkannya dan kami nyatakan, “amalannya yang lain juga
buruk.” (Sunan Ad-Darimi, 1/93-94)
581. Berkata Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah
kepadaku (Abdullah Ibnul Mubarak): “Berhati-hati, jangan sampai kamu cinta
kepada kemahsyuran”. Maka tidak ada satu ulama pun yang saya datangi melainkan
semua berpesan : “Jangan suka kepada kemahsyuran. (As Siyar, VII/260)
582. Hasan al-Bashri memberi wasiat kepada
kerabatnya: “1. Setiap perkara yang dilarang bagi kalian, jadilah kalian orang
yang paling menjauhinya. 2. Setiap perkara ma’ruf yang diperintahkan bagi
kalian, jadilah kalian orang yang paling mengamalkannya. Dan 3. Ketahuilah
bahawa langkah kalian ada dua, langkah yang menguntungkan dan langkah merugikan.
Maka perhatikan, kemana saja kau melangkah dari pagi hingga sore(petang).”
(Hilyatul Auliya’, 1/275)
583. Al Hasan Al Bashri berkata: “Wahai kaum
muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah
tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal selain kematiannya. Jika
syaitan melihatmu istiqamah dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan
menjauhimu. Namun jika syaitan melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya
setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, maka syaitan pun akan semakin
tamak untuk menggodamu.” (Al Mahjah fii Sayrid Duljah, hal.71)
584. Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata:
“Orang yang zuhud adalah yang melihat orang lain, lantas ia katakan, “Orang
tersebut lebih baik dariku.” (Lathaif Al Ma’arif, hal.392)
585. Al Hasan Al Bashri berkata: “Saya lihat
kalian banyak bercerita tentang tawadhu`!” Mereka berkata: “Apa itu tawadhu`
wahai Abu Sa`id?” Beliau menjawab: “Iaitu setiap kali ia keluar rumah dan
bertemu seorang muslim ia selalu menyangka bahwa orang itu lebih baik daripada
dirinya.” (Lathaif Al Ma’arif, hal.392)
586. Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata:
“Tidaklah seorang hamba menahan sesuatu yang lebih besar daripada menahan
al-hilm (kesantunan) di kala marah dan menahan kesabaran ketika ditimpa
musibah.” (Mawa’izh Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal.62)
587. Al Hasan Al Bashri berkata: “Kebaikan
yang tiada kejelekan padanya adalah bersyukur ketika sihat wal afiat, serta
bersabar ketika diuji dengan musibah. Betapa banyak manusia yang dianugerahi
berbagai kenikmatan namun tiada mensyukurinya. Dan betapa banyak manusia yang
ditimpa suatu musibah akan tetapi tidak bersabar atasnya.” (Mawa’izh Al-Imam
Al-Hasan Al-Bashri, hal.158)
588. Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata
kepada yang mengajaknya berdebat: “Adapun aku maka aku telah memahami agamaku,
jika engkau telah menyesatkan (menyia-nyiakan) agamamu maka carilah.” (al-Ibanah
al-Kubra: 588)
589. Al Hasan Al Bashri berkata: “Kamu
bertanya tentang dunia dan akhirat? Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat
adalah bagaikan timur dan barat. Setiap salah satunya bertambah dekat, maka yang
satunya lagi semakin jauh. Dan kamu berkata kepadaku, Sebutkanlah sifat dunia
ini kepadaku! Apa yang harus aku sebutkan kepadamu tentang rumah yang awalnya
melelahkan sedangkan akhirnya membinasakan, di dalam kehalalannya ada
perhitungan dan di dalam keharamannya ada siksaan. Siapa yang tidak
membutuhkannya terkena fitnah dan siapa yang membutuhkannya akan
sedih.”
590. Al Hasan Al Bashri berkata: “Demi Allah,
saya tidaklah takjub dengan sesuatu seperti kehairanan saya kepada seseorang
yang tidak menganggap bahawa cinta dunia itu termasuk salah satu dosa besar.
Demi Allah, sesungguhnya cinta kepada dunia adalah termasuk dosa-dosa besar,
tidaklah cabang-cabang dosa-dosa besar itu melainkan dengan sebab cinta dunia?
Tidaklah berhala-berhala disembah, Allah Subhanahu wa Ta’ala didurhakai
melainkan kerana cinta dunia? Maka seorang yang mengetahui tidak akan mengeluh
dari kehinaan dunia, dan tidak akan berlumba-lumba mendekatinya dan tidak akan
putus asa kerana jauh terhadap dunia.” (Hilyatul Aulia: 6/13, Siyar ‘Alaamun
An-Nubala: 7/259)
591. Al Hasan Al Bashri berkata: “Demi Allah
‘Azza wa Jalla, sungguh! Andai saja salah seorang dari kalian mendapati salah
seorang dari generasi pertama umat ini sebagaimana yang telah aku dapati, serta
melihat salah seorang dari salafus soleh sebagaimana yang telah aku lihat,
nescaya di pagi hari dia dalam keadaan bersedih hati dan pada petang harinya
dalam keadaan berduka. Dia pasti mengetahui bahawa orang yang bersungguh-sungguh
dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang yang bermain-main di antara
mereka. Dan seseorang yang rajin dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang
yang suka meninggalkan di antara mereka. Seandainya aku redha terhadap diriku
sendiri pastilah aku akan memperingatkan kalian dengannya, akan tetapi Allah
‘Azza wa Jalla Maha Tahu bahawa aku tidak senang terhadapnya, oleh kerana itu
aku membencinya.” (Mawai’zh lilImam Al-Hasan Al-Bashri, hal.185-187)
592. Salah seorang ulama ditanya: “Mengapa
perkataan salafus-soleh lebih bermanfaat dari perkataan kita?” maka iapun
menjawab : “Kerana mereka berbicara untuk kemulian Islam, untuk keselamatan
jiwa, untuk mencari redha Allah Yang Maha Pemurah, sedangkan kita berbicara
untuk kemuliaan diri, mencari dunia dan mencari keredhaan makhluk.” (Sifatus
Safwah, 4/122)
593. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:
“Janganlah seseorang meremehkan suatu ilmu (faidah) yang dia lihat atau dia
dengar. Segeralah mencatatnya atau menelaahnya.” (Majmu’, 1/39)
594. “Selalulah membuat kerja yang
rendah-rendah seperti mengangkat sampah, menyusun selipar dan sebagainya.” -
Mufti Zainal Abidin rah.a
595. “Ilmu itu bermula apabila manusia
menganggap dia tidak tahu. Ilmu itu berakhir apabila manusia menganggap dia
tahu.” - Mufti Zainal Abidin rah.a
596. “Amal adalah asbab hakiki untuk manusia
mengambil faedah langsung daripada kudrat dan khazanah Allah Swt. Dalam amal, 1.
Ada janji Allah Swt. 2. Pasti akan dapat apa yang Allah janjikan dan Allah akan
sempurnakan. 3. Faedahnya besar, banyak dan kekal selama-lamanya. 4. Asbab
penyelesaian masalah infradi dan ijtimai. Usaha asbab zahiriah (kebendaan), 1.
Tiada janji Allah swt. 2. Allah akan beri atau tidak. 3. Faedah kecil, sedikit
dan sementara. 4. Sekiranya dijadikan maksud, sanggup melanggar perintah Allah.”
- Bayan Maulana Hazim
597. “Bahawasanya yang aku takuti atasmu ada
dua perkara, iaitu panjang angan-angan dan memperturutkan hawa nafsu. Maka
sesungguhnya panjang angan-angan menjadikan lupa kepada akhirat dan
memperturutkan hawa nafsu menghalang-halangi berlakunya yang baik (hak).” (Ali
bin Abu Talib RA)
598. Seorang ulama salafus soleh pernah
berkata: “Seorang yang ujub akan tertimpa dua kehinaan, akan terbongkar
kesalahan-kesalahannya dan akan jatuh martabatnya di mata manusia.” (Risalah
Al-Hujjah, No: 54)
599. Imam Syafi’i berkata: “Barangsiapa yang
mengangkat-angkat diri sendiri secara berlebihan, niscaya Allah Subhanahu wa
Ta’ala akan menjatuhkan martabatnya.” (Risalah Al-Hujjah, No: 54)
600. “Amal untuk kehidupan sesudah mati
tidaklah berat, yang berat adalah kita dengan banyaknya dosa-dosa. Bermula dari
hujung rambut sampai ke hujung kaki kita ini penuh dengan dosa. Dahi kosong dari
sujud kepada Allah.Mata kosong dari rasa malu. Telinga dipenuhi dengan
racun-racun muzik, yang tidak memperhatikan kebaktian kepada orang tua, yang
menyia-nyiakan kewajiban kepada isterinya, yang menyia-nyiakan kewajiban kepada
suaminya. Orang seperti kita inilah yang akan menjadi beban bagi bumi.” -
Maulana Tariq Jamil