451. Dikatakan kepada Ali bin Abi Thalib r.a:
“Sifatkan dunia kepada kami.” Beliau berkata: “Apa yang akan aku sifatkan dari
negeri yang awalnya kelelahan dan akhirnya fana (kehancuran), halalnya adalah
hisab dan haramnya adalah azab, orang yang merasa cukup dengannya akan
terfitnah, dan orang yang mengejarnya akan sedih.” (Jami' bayanil 'Ilmi wa
Fadllihi 1/176)
452. Abdullah bin Mas'ud r.a berkata:
“Sesungguhnya kamu melihat orang kafir itu paling sihat badannya dan paling
sakit hatinya, dan kamu menemui orang mukmin yang paling sihat hatinya walaupun
badannya paling sakit. Demi Allah, jika hati kamu sakit dan badan kamu sihat,
maka kamu lebih rendah di sisi Allah dari binatang ju'lan (binatang kecil yang
suka berada di kotoran).” (Sifatus shafwah 1/128)
453. Hudzaifah bin Al Yamaan r.a berkata:
“Sesungguhnya fitnah itu akan ditampakkan kepada hati. Siapa yang merasa senang
padanya, akan diberikan titik hitam di hatinya. Dan siapa yang mengingkarinya,
akan diberi titik putih dihatinya. Barang siapa yang ingin mengetahui apakah
hatinya terkena fitnah atau tidak, hendaklah ia melihat: jika ia memandang yang
haram ternyata ia melihatnya halal, atau memandang yang halal ternyata ia
melihatnya haram, maka ia telah terkena fitnah.” (Sifatus shafwah
1/310)
454. Imam Ibnu Jama’ah berkata: “Semestinya
seorang penuntut ilmu berusaha memutus kegiatan-kegiatan yang dapat
menyibukkannya dan menghalanginya dari menuntut ilmu. Sebab jika pikirannya
bercabang, niscaya ia tidak akan mampu menyingkap hakikat ilmu dan
perkara-perkara yang rumit. Sesungguhnya Allah tidak menjadikan pada diri
seseorang dua pikiran.” (Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim fi Adabil 'Alim wal
Muta'allim: 70-71)
455. Al-Imam Ibnu Jauzi(rhm) berkata:
“Barangsiapa yang ingin jiwanya bersih, maka bersihkanlah amal-amalnya. Allah
SWT berfirman: Jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam),
maka Kami benar-benar akan memberi mereka air yang segar (rezeki yang banyak).
[Al-Jinn: 16]”
456. Abu Sulaiman ad-Darani berkata:
“Barangsiapa yang membersihkan diri dan jiwanya, maka ia pasti dibersihkan,
barangsiapa yang mengotori jiwanya, maka ia akan dicemari pula, barangsiapa
berlaku baik di malam hari, maka akan dibalas di siang harinya dan yang berbuat
baik di siang hari akan dibalas di malam harinya.” (Shaidul Khatir)
457. Syeikhul Islam Ibn Taimiyyah berkata:
“Sesiapa yang Allah SWT kurniakan cahaya kepada hatinya, Dia akan memberi
hidayah melalui karangan-karangan yang sampai kepadanya. Dan sesiapa yang
dibutakan mata hatinya, maka lambakan buku-buku hanyalah menambahkan kebingungan
dan kesesatannya.” (Majmu' Fatawa: 10/665)
458. “Mata yang tidak menitiskan air mata
ketika mendengar bacaan Al-Qur’an, maka itu adalah mata yang lalai.” (Al Fadhl
bin Isa Ar-Raqqasyi)
459. “Hati yang tidak tersentuh kerana
mendengar bacaan Al-Qur’an yang dibacakan secara merdu, maka itu adalah hati
yang mati.” (Al Fadhl bin Isa Ar-Raqqasyi)
460. “Dianjurkan menangis ketika membaca
Al-Qur’an. Dan cara mendapatkannya adalah dengan menghadirkan rasa takut dan
sedih dalam hati, dengan menghayati setiap ancaman, peringatan keras,
ikatan-ikatan dan perjanjian-perjanjian dengan Allah, kemudian melihat
kekurangan dirinya dalam hal tersebut. Jika ia tidak mampu menghadirkan
kesedihan, maka hendaklah ia menangisi dirinya kerana ketidakmampuan itu, kerana
itu adalah musibah besar yang menimpa dirinya.” (Imam Al-Ghazali)
461. Al-Imam Ibnu Qayyim berkata: “Tidak ada
sesuatu pun yang lebih bermanfaat bagi hati melebihi Al-Qur'an apabila dibaca
dengan bertadabbur dan tafakkur. Membaca dengan bertadabbur dan tafakkur adalah
puncak kedudukan orang yang berusaha, beramal dan yang mengetahui. Dengan cara
itu akan melahirkan kecintaan, kerinduan, takut, harapan, taubat, tawakal,
redha, syukur, sabar dan sifat-sifat lain yang dapat menghidupkan matinya hati.
Membaca dengan tadabbur dan tafakkur juga dapat menjauhkan seseorang dari semua
sifat dan perbuatan tercela yang merusak hati.” (Miftah Dar
as-Sa'adah)
462. Ibrahim al-Khawwas telah berkata: “Ubat
hati itu ada lima perkara: Membaca Al-Qur'an dengan tadabbur, kosong perut,
beribadah malam, memohon di waktu sahur dan duduk bersama orang-orang yang
shalih.” (At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Qur'an)
463. Berkata Bisyr al-Hafi (rhm) ketika ingin
memasuki kawasan perkuburan: “Orang-orang yang meninggal di luar pagar lebih
banyak daripada yang sudah meninggal di dalam pagar.”
464. Berkata Al-Hafiz Az-Dzahabi: “Kita
memohon daripada Allah ilmu yang bermanfaat. Tahukah kamu apa itu ilmu yang
bermanfaat? Ia apa yang dinyatakan al-Quran dan ditafsirkannya oleh Rasulullah
s.a.w. secara perkataan dan perbuatan.” (Siyar 'Alam al-Nubala' li
Az-Dzahabi)
465. Abi Hazim Salamah bin Dinar berkata:
“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan
keburukan-keburukanmu. Dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu, kerana
sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk
neraka) atau orang yang bahagia (masuk syurga).” (Syu’ab al-Iman:
no.6500)
466. “Menuntut ilmu itu lebih baik daripada
solat sunat.” (Imam Asy-Syafi'i)
467. “Bagaimana dapat ditentang hawa nafsu,
sedangkan ketika ia menyerang, ia menguasai 2/3 akal. Maka tiada jalan lain
melainkan SABAR.” (Imam Asy-Syafi'i)
468. “Diam akan menjaga seseorang dari
kesalahan lafadz, memelihara dari penyelewengan dalam pembicaraan dan
menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna serta memberikan kewibawaan
terhadap dirinya.” (Al Ahnaf bin Qais rah.a)
469. “Apabila hati seseorang itu lengah dari
dzikir kepada Allah, maka setan dengan serta merta akan masuk ke dalam hati
seseorang dan mempengaruhinya untuk berbuat keburukan. Masuknya setan ke dalam
hati yang lengah ini, bahkan lebih cepat daripada masuknya angin ke dalam sebuah
ruangan.” (Ibnul Qoyyim al-Jauziyah)
470. Muhammad bin Sirin rah.a berkata:
“Sesungguhnya ilmu itu adalah tingkah laku, maka perhatikan dari siapakah kalian
mengambil tingkah laku.” Dan Abu Hanifah rah.a mengatakan: “Aku mendapatinya
(Hammad bin Sulaiman rah.a) sebagai guru yang tenang, baik budi dan
sabar.”
471. Al Hasan berkata: “Iman bukanlah hanya
dengan angan-angan (tanpa ada amalan). Namun iman adalah sesuatu yang menancap
dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan.” (Ash Sholah, 35-36)
472. Imam Ibnu Rajab berkata: “Mengetahui yang
ma’ruf dan mungkar dengan hati adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap
orang, maka barang siapa yang tidak mengetahuinya maka dia akan binasa, adapun
mengingkari dengan lisan dan tangan ini sesuai dengan kekuatan dan kemampuan.”
(Jami’ul Ulum wal Hikam 2/258-259)
473. Imam Ibnu Rajab menjelaskan hadith
mencegah kemungkaran: “Seluruh hadits ini menjelaskan wajibnya mengingkari
kemungkaran sesuai dengan kemampuan, dan sesungguhnya mengingkari dengan hati
sesuatu yang wajib dilakukan, barang siapa yang tidak mengingkari dengan
hatinya, maka ini pertanda hilangnya keimanan dari hatinya.” (Jami’ul Ulum wal
Hikam, 2/258)
474. Fudhail bin Iyadh ditanya: “Apa rendah
hati itu?” Ia menjawab: “Tunduk dan patuh kepada kebenaran. Walaupun engkau
mendengarnya dari seorang anak kecil, engkau tetap harus menerima kebenaran itu.
Walaupun engkau mendengarnya dari orang yang paling bodoh, engkau harus menerima
kebenaran itu juga.” Lalu ia ditanya: “Apa erti sabar terhadap musibah itu?” Ia
menjawab: “Tidak menyebarluaskannya.” (Hilyatul Auliyaa 8/91)
475. Ibnu Abbas berkata: “Janganlah kalian
mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah s.a.w. Sesungguhnya
kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih baik
dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh tahun).” (HR Ibnu Batthah,
Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469)
476. Umar bin Al-Khatthab r.a berkata: “Amalan
yang paling mulia adalah menunaikan apa yang diwajibkan Allah, meninggalkan apa
yang diharamkan Allah, dan niat yang jujur untuk meraih apa yang disi Allah.”
(Jami’ul ulum: 1/71)
477. Abu Darda radiyallahu’anhu berkata:
“Siapa yang banyak mengingati maut, akan sedikit kegembiraannya dan akan sedikit
pula kedengkiannya.”
478. Al Imam Ibnu Qudamah rah.a berkata:
“Dalam mengikuti Sunnah Rasulullah s.a.w terdapat keberkahan dalam mengikuti
syari’at, meraih keredhaan Allah s.w.t, meninggikan darjat, menenteramkan hati,
menenangkan badan, menyebabkan syaitan marah dan berjalan di atas jalan yang
lurus.” (Dharuratul Ihtimam, hal.43)
479. Ibnu Qoyyim rah.a berkata: “Di antara
akibat daripada perbuatan dosa ialah kenikmatan akan hilang dan menyebabkan
bencana (musibah). Oleh kerana itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba
adalah kerana dosanya. Begitu juga datangnya berbagai musibah adalah disebabkan
oleh dosa.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
480. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah akan membuatnya nyaman dan
tenang dari sesuatu yang ditakuti dan apa yang dikhuatirkan.” (Taisirul Azizil
Hamid)
481. Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu berkata:
“Redhalah terhadap apa yang telah Allah berikan kepadamu, nescaya engkau menjadi
orang yang paling kaya.” (Siyar A’lam an Nubala, I/497)
482. Al-Hasan bin Ali berkata: “Bacalah
Al-Quran sehingga mencegahmu daripada perbuatan dosa. Jika belum demikian, maka
pada hakikatnya engkau belum membaca.” (Kanzul ’Ummal, I/2776)
483. Abu Umamah Al-Bahili berkata:
“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kebaikan, kecuali yang murni
keranaNya dan mengharapkan redhaNya.” (Shahih Al-Jami’, 1852)
484. Amar bin Yasir radliyallahu’anhu berkata:
“Cukuplah kematian sebagai petunjuk, yakin sebagai kekayaan dan ibadah sebagai
amalan.” (Tazkiyatun Nafs, 65)
485. Al Hasan Al-Bashri rah.a berkata: “Hai
Bani Adam, janganlah kamu menyakiti orang lain dan jika kamu disakiti, maka
bersabarlah!” (Ash Shabr, 26)
486. Hasan Al-Bashri rah.a berkata:
“Perbanyaklah untuk menyebut nikmat-nikmat ini, kerana menyebut nikmat itu
merupakan bentuk syukur.” (Kaifa Tasyakuru An-Ni’am: 38)
487. Umar bin Al-Khattab: “Hendaklah kamu
menghisab diri kamu pada hari ini, kerana hal itu akan meringankan kamu di hari
perhitungan.” (Shifatush Shafwah, I/286)
488. “Hendaknya seorang hamba selalu berharap
dan takut kepada Allah, tidak merasa berjasa kepada Allah dan tidak pernah
berputus asa dari rahmat-Nya.” (Tahzibul Hilyah I/ 60)
489. Abu Bakar Ash Shiddiq r.a berkata:
“Ketika aku mengingat akan ahli syurgaNya, aku tergamam: “Aku takut aku tidak
termasuk sebahagian daripada mereka.” (Tahdzibul Hilyah, 1/60)
490. “Suatu kebaikan tidak akan sempurna tanpa
tiga perkara: 1. Menganggapnya kecil. 2. Bersegera melakukannya. 3.
Menyembunyikannya.” (Mukhtashar Minhajil Qashidin, 51) 4. Bersungguh-sungguh
dalam beramal.” (Syarah Tsalatsatul Ushul, Ibnu Utsaimin)
491. Shilan bin Farwah berkata: “Aku menemukan
bahawa sikap menunda adalah salah satu prajurit iblis yang telah banyak
membinasakan makhluk Allah.” (Hilyatul Auliya’: 6/42)
492. Yahya bin Mu’adz rah.a berkata: “Dunia
adalah jambatan akhirat. Maka seberangilah ia dan janganlah kamu menjadikannya
sebagai tujuan.” (Siyaathul Quluub: 35)
493. Yahya bin Mu’adz rah.a berkata:
“Barangsiapa yang memusatkan hatinya kepada Allah, nescaya akan terbukalah
sumber-sumber hikmah dalam hatinya dan mengalir melalui lisannya.” (Siyaathul
Quluub: 33)
494. Ibnu Mubarak rah.a berkata: “Aku melihat
dosa-dosa mematikan hati. Sungguh melakukannya terus-menerus akan membuahkan
kehinaan.” (Ashirul Maknun fi riqratil qulub, 53)
495. Ibnu Mubarak rah.a berkata: “Berapa
banyak amalan kecil menjadi besar pahalanya kerana niat dan berapa banyak amalan
besar menjadi kecil pahalanya kerana niat pula.” (Jami Ulum wal Hikam,
12)
496. Umar bin Al-Khattab r.a berkata:
“Duduklah dengan orang-orang yang bertaubat, sesungguhnya mereka menjadikan
segala sesuatu lebih berfaedah.” (Tahfdzib Hilyatul Auliya I/71)
497. Umar bin Al-Khattab r.a berkata: “Jika
sekiranya kesabaran dan syukur itu adalah dua kenderaan, aku tidak tahu mana
yang harus aku naiki.” (Al Bayan wa At Tabyin III/ 126)
498. Umar bin Al-Khattab r.a berkata:
“Sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka
janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya.” (Ihya’ Ulumuddin
4/203)
499. Abu Hurairah r.a berkata: “Jadilah orang
yang selalu puas dengan rezeki Allah, nescaya engkau akan jadi orang yang paling
bersyukur.” (Ibnu Majah: 4217)
500. Abdullah bin Mas’ud r.a: “Orang beriman
memandang dosa-dosanya seolah batu besar di puncak bukit, ia takut kalau-kalau
menimpanya.” (HR. Bukhari: 5949)